Laman

Selasa, 04 Desember 2012

Guru dan Profesinya

Guru merupakan jabatan profesional yang memberikan layanan ahli
dan menuntut kemampuan akademik dan pedagogik yang memadai.
Guru sebagai jabatan profesional harus disiapkan melalui program
pendidikan yang relatif lama dan dirancang berdasarkan standar
kompetensi guru. Oleh sebab itu diperlukan waktu dan keahlian
untuk membekali para lulusannya dengan berbagai kompetensi,
dari penguasaan bidang studi, landasan keilmuan kegiatan
mendidik, sampai strategi menerapkannya secara profesional di
lapangan.

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
mewajibkan guru memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan
sertifikat pendidik. Pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 74
Tahun 2008 ditegaskan bahwa sertifikat pendidik bagi guru
diperoleh melalui program pendidikan profesi yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang
diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat. Pendidikan
tersebut dilaksanakan setelah jenjang program S1 (Sarjana).
LPTK telah memiliki pengalaman cukup panjang dalam
mempersiapkan guru secara terintegrasi antara pendidikan
akademik kependidikan dengan pendidikan profesi yang dikenal
dengan sistem concurrent/terintegrasi. Dalam sistem yang
terintegrasi, pembentukan kompetensi akademik bidang keahlian
dilaksanakan berdampingan dengan pembentukan akademik
BAB I
PENDAHULUAN
Page | 2
kependidikan yang bermuara pada latihan praktik di tempat otentik
yaitu sekolah.
Pengalaman lain LPTK dalam penyiapan guru yang akan bertugas
dalam kondisi khusus, berupa proyek rintisan di FKIP Universitas
Sebelas Maret, yang mengembangkan sistem SD kecil di
Palangkaraya dan Kendari pada akhir tahun 1970-an, yang
kemudian diadopsi sebagai subsistem pendidikan di Indonesia.
Program ini lahir dari kenyataan bahwa ada banyak daerah-daerah
yang secara geografis terpencil, dan berpenduduk relatif sedikit,
sehingga jumlah anak usia sekolah dasar kurang dari 60 orang.
Tentu tidak efisien mengelola sekolah dengan 60 anak dari berbagai
tingkatan kelas menggunakan standar seperti sekolah reguler
dengan jumlah peserta didik seperti di daerah lain yang relatif
padat penduduknya. Dengan penugasan guru untuk mengajar kelas
rangkap tanpa desain yang benar, guru pindah dari kelas yang satu
ke kelas yang lain meninggalkan anak-anak tanpa termonitor
dengan baik. Jalan keluarnya adalah menyelenggarakan
pembelajaran untuk anak dari tingkat kelas yang berbeda dalam
satu ruang belajar. Pengelompokan peserta didik dilakukan
berdasarkan jenjang kelas yang berbeda dibantu dengan sistem
belajar menggunakan modul yang memungkinkan kelompok anak
tetap belajar, sementara guru melaksanakan pembelajaran untuk
kelas lain.
Model multigrade untuk Rintisan Program PPG SD Terintegrasi
yaitu model PPG yang membekali calon guru agar memiliki
kemampuan mengelola lebih dari satu kelas di SD (Kelas 1, 2, dan 3
dalam satu ruang belajar, dan 4, 5 dan 6 dalam satu ruang belajar
lainnya). Menurut data terakhir ada sekitar 24.000 sekolah dasar di
Indonesia yang mempunyai peserta didik kurang dari 90
orang/sekolah, dan 5.000 sekolah dasar dengan peserta didik
kurang dari 50/sekolah (World Bank, November 2010). Menurut
Page | 3
data yang ada, kebutuhan guru SD pada tahun 2008 sebanyak
286.993 guru kelas.
Pada Tahun 1990-1993 LPTK pernah melakukan ujicoba
melaksanakan PPL intensif selama 3 bulan. Mahasiswa calon guru
sekolah dasar tersebut berada di lapangan sehari penuh dari jam 7
pagi hingga jam 4 sore. Mereka bukan saja menjalankan latihan
praktik mengajar setiap hari kerja, tetapi juga mengikuti berbagai
kegiatan ekstra kurikuler seperti pramuka, usaha kesehatan sekolah
dan pertemuan dengan orang tua peserta didik.
Konsep kewenangan tambahan juga pernah dikembangkan di LPTK
pada paruh waktu tahun 1980-an yang dikenal dengan program
PSSM (Post Secondary Subject Mastery) yaitu membekali calon guru
untuk mendapatkan kewenangan mengajar kedua yaitu
kewenangan untuk mengajar bidang studi tambahan dari yang
selama ini dipersiapkan untuk mereka (analog mayor-minor).
Beban belajar bagi mahasiswa tersebut berkisar antara 14 - 16 SKS.
Sementara itu di beberapa daerah, telah ada rintisan pendidikan
satu atap antara SD dengan SMP. Perintisan sekolah satu atap
sejalan dengan konsep pendidikan dasar menurut Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 17 ayat (2) yang
menyatakan bahwa: Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar
(SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat
serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah
(MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Ketersediaan sumber daya yang terbatas dalam lingkungan di mana
terdapat satuan pendidikan SD dan SMP yang satu atap atau
berdekatan menuntut keluwesan dalam penyediaan tenaga
pendidik yang dapat melayani kedua satuan pendidikan tersebut
yang memiliki karakteristik sedikit berbeda namun dalam mata
pelajaran tertentu sesuai dengan kebutuhan. Dalam konteks seperti
ini yang dimaksud dengan kewenangan tambahan adalah guru
Page | 4
tersebut dapat mengajar baik di SD maupun di SMP, yang berarti di
samping sebagai guru kelas di SD, juga memiliki kewenangan
mengajar salah satu mata pelajaran di SMP (dari 5 mata pelajaran
pokok di SD). Khusus untuk keadaan yang terakhir ini, LPTK belum
mempunyai pengalaman mempersiapkan guru secara konsisten.
Di tingkat sekolah menengah kejuruan (SMK) guru mengajar mata
pelajaran. Sampai saat ini jenis keahlian di SMK mencapai 121
kompetensi keahlian (Keputusan Dirjen Mandikdasmen, No.
251/C/Kep/MM/2008 tentang Spektrum Keahlian Pendidikan
Menengah Kejuruan). Struktur kurikulum membagi kelompok mata
pelajaran ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok adaptif,
normatif, dan produktif. Mata pelajaran adaptif berfungsi
menyiapkan kemampuan dasar yang memiliki daya transfer
terhadap semua mata pelajaran keahlian. Sebagai contoh
Matematika, Fisika, Bahasa Inggris, Kimia, IPA, dan Kewirausahaan.
Kelompok mata pelajarannormatif menyiapkan para lulusan yang
memiliki kompetensi kepribadian sebagai manusia Indonesia yang
pancasilais, seperti mata pelajaran Agama, dan PKn, Bahasa
Indonesia, Pendidikan Jasmani, Sejarah Nasional dan Sejarah
Umum. Kelompok mata pelajaran produktif mempersiapkan peserta
didik untuk memiliki keahlian yang handal dalam lebih dari 121
kompetensi keahlian. Setiap kompetensi keahlian produktif
menuntut penguasaan konsep-konsep yang relevan dengan bidang
keahliannya disamping praktikum yang intensif, untuk menjamin
kompetensi lulusan yang kompetitif. Atas dasar ini maka sangat
berat jika seorang lulusan dituntut untuk menguasai dua bidang
keahlian produktif. Oleh karena itu maka kewenangan tambahan
yang dimungkinkan dipersiapkan pada program penyiapan calon
guru ini adalah kewenangan dalam mengajar mata pelajaran
produktif dan adaptif. Sebagai contoh, calon guru dengan
kewenangan mengajar dalam mata pelajaran Elektro atau
Matematika memiliki kewenangan mengajar adaptif dalam mata
Page | 5
pelajaran Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi
(KKPI).
Kenyataan di lapangan terdapat fenomena di mana beberapa SMK
kekurangan guru untuk guru adaptif sebanyak 5.980 guru, dan
kekurangan guru produktif sebanyak 18.165 guru (MoNE, 2009). Di
samping itu terjadi kelebihan guru normatif sebanyak 16.046 guru.
Untuk mewujudkan keberhasilan Rintisan Program Pendidikan
Profesi Guru Terintegrasi (Berkewenangan Tambahan) maka
dipandang perlu pemberdayaan asrama untuk menunjang
pendidikan karakter agar mahasiswa memiliki kebiasan berperilaku
sebagai calon guru.
Pada tahun 2009, Ditjen Dikti sudah menugaskan 15 LPTK untuk
melaksanakan PPG SD Prajabatan berasrama. Pengalaman ini
menunjukkan pentingnya dukungan pembinaan mahasiswa di
asrama dalam membentuk karakter sebagai guru. Selain itu
pengalaman melaksanakan PPG PGSD berasarama menunjukkan
pentingnya penyiapan guru pamong sebagai supervisor dalam PPL.
Lebih dari 340 LPTK di seluruh Indonesia telah meluluskan Sarjana
Pendidikan yang terintegrasi dengan penyiapan guru profesional
(ditandai dengan pemberian Sertifikat Akta Mengajar IV), sampai
dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8
tahun 2009 tentang Program Pendidikan Profesi Guru (PPG)
Prajabatan. Berdasarkan peraturan yang belaku sekarang para
lulusan tersebut belum memiliki kewenangan secara formal meski
mereka telah menyelesaikan program pendidikan akademik dan
profesinya selama 4 tahun.
Penilaian menyeluruh tentang mana dari kedua sistem ini yang
lebih efektif belum pernah dilakukan secara sistematis. Pemikiran
yang berkembang setelah mengobservasi keadaan ini dan didorong
oleh kewajiban untuk memberikan layanan kesempatan kepada
putra-putra bangsa dari daerah 3T (terdepan, terluar, dan
Page | 6
tertinggal) perlu dicari modus penyelenggaraan pendidikan calon
guru yang memungkinkan mendapatkan pendidikan persiapan yang
berkualitas, dalam waktu yang memungkinkan calon guru segera
dapat melayani masyarakat tersebut.
Pendidikan profesi harus mengacu pada ketersediaan lapangan
kerja (keseimbangan antara supply dan demand); karenanya
kebutuhan guru dalam jumlah yang cukup dan mutu yang
memenuhi standar perlu dihitung secara cermat. Koordinasi dan
kerjasama secara intensif antara lembaga pendidikan yang
mempersiapkan guru dan institusi pengguna jasa layanan guru,
merupakan keniscayaan. Oleh karena itu di samping
penyelenggaraan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang
konsekutif (setelah S1) dicoba untuk dikembangkan kembali
program profesi guru prajabatan yang terintegrasi dengan program
S1 akademik, berkewenangan tambahan, dan berasrama sebagai
rintisan (piloting), untuk selanjutnya disebut Rintisan Program
Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi (Berkewenangan Tambahan)
disingkat Rintisan Program PPGT.
Rintisan Program PPGT yang dimaksud dalam Panduan ini adalah
pendidikan profesi guru yang diselenggarakan dalam kurun waktu
yang bersamaan baik program akademik substansi bidang studi
maupun akademik kependidikan dan dilanjutkan dengan PPL yang
intensif di sekolah mitra serta diakhiri uji kompetensi dengan
memiliki kewenangan tambahan (multy grade/multy subject).
Kewenangan tambahan adalah kewenangan dalam melaksanakan
tugas sebagai guru yang terdiri atas kewenangan utama dan
kewenangan tambahan. Kewenangan utama guru SD adalah sebagai
guru kelas dengan kewenangan tambahan sebagai guru SMP pada
salah satu dari lima (5) mata pelajaran pokok di SD (Bahasa
Indonesia, PKn, Matematika, IPA, IPS). Kewenangan tambahan bagi
guru SMK adalah kewenangan utama sebagai guru pada salah satu
Page | 7
mata pelajaran produktif dengan kewenangan tambahan sebagai
guru pada salah satu mata pelajaran adaptif yang relevan.
Pendidikan berasrama adalah pendidikan bagi mahasiswa Rintisan
Program Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi (Berkewenangan
Tambahan) selama tinggal di asrama untuk mendapatkan program
pendidikan karakter calon guru dan pendalaman materi mata
pelajaran yang diperlukan.
Daerah tertinggal adalah daerah-daerah yang dengan pencapaian
pembangunan yang rendah, memiliki indeks kemajuan
pembangunan ekonomi dan SDM di bawah rata-rata indeks nasional
(RPJM 2010-2014). Daerah terdepan adalah wilayah
kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis berbatasan
langsung dengan negara tetangga. Daerah terluar adalah wilayah
kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis berbatasan
langsung dengan laut lepas.
Sejalan dengan kondisi di daerah 3T dan didukung pengalaman
LPTK menyelenggarakan pendidikan guru secara terintegrasi, maka
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menyelenggarakan Rintisan
Program PPGT. Rintisan Program PPGT bertujuan menghasilkan
model pendidikan guru untuk melahirkan calon guru yang memiliki
keunggulan dalam kompetensi sebagai guru profesional dengan
kewenangan tambahan.

Tidak ada komentar: